Thursday, April 3, 2008

UMMU SULAIM-KU………

Assalamu ‘alaikum waromatullahi wabarokatuhu

Aku iseng-iseng pergi ke kafe di bilangan jalan bhayangkara Solo untuk santai sejenak dan mencari suasana yang lain. Kegiatan ini sudah kumulai sejak aku sibuk mengerjakan Tugas Akhir di Teknik Kimia UNS. Kegiatanku itu berawal sekedar mencari suasana berbeda di sela-sela mengerjakn TA yang spartan dan melelahkan. Sewaktu selesai ujian pendadaran, aku mampir dahulu ke kafe itu untuk merayakan “kesuksesan-ku” lolos dari lubang jarum yang bernama kuliah dan diakhiri dengan pendadaran..Kadang-kadang kita harus merayakan kesuksesan diri sendiri untuk menjaga stamina agar tetap maju dan bertahan dari segala rintangan. But, jangan dibayangkan kafe itu seperti kafe yang ada di hotel berbintang atau HAILAI CLUB yang ada dikotaku tercinta ini . Kafe itu berukuran kecil tetapi anggun dan eksotik , boleh disebut juga kafe itu adalah warung kopi dengan fasilitas seperti kafe. Jangan salah, Imam Hasan Al-Bana konon juga mengawali perjuangan Islam dari kedai kopi sampai Ikhwanul Muslimin disegani sebagai gerakan Islam modern dan progresif di Mesir bahkan di seluruh dunia sampai sekarang.

Aku pesan Cappucino Coffe dan ditemani dengan sebuah buku karangan DR. Aidh Al Qorni. Pola nongkrongku memang agak lain . Aku mencoba hanya berkonsentrasi ke buku dan kopi-ku agar tetap bermanfaat dan tidak macam-macam. Aku hanya tertarik kepada kopi ,buku dan atmosfer-nya. Buku itu berjudul “MENJADI WANITA YANG PALING BAHAGIA. Buku itu cukup lengkap terdiri beberapa topik pembahasan. Bab yang kuminati dari buku itu adalah mengenai Ummu Sulaim . Istri dari sahabat Nabi yaitu Abu Tholhah. Cerita mengenai ketaatan, kejujuran dan kesetiaan. Cerita Ummu Sulaim terpisah dalam beberapa bab yang menggambarkan keimanan, kesetiaan dan pengorbanan UMMU SULAIM.

Ummu Sulaim adalah wanita muslimah yang memeluk Islam masa awal-awal Islam di Mekkah. Beliau dilamar oleh Abu Tholhah yang masih musyrik. Ummu Sulaim menolak karena Abu Tholhah masih musyrik. Ummu Sulaim berkata”Engkau tak pantas karena lelaki musyrik tak pantas menjadi suamiku”. Abu Tholhah berujar “ Apa yang engkau mau, yang kuning ( emas ) atau yang putih ( perak) tentu akan kubelikan?” . “Aku tidak membutuhkan itu semua”,jawab Ummu Sulaim. Abu Tholhah bertanya,”apa yang kau mau?”. “Aku hanya bersedia menikah jika menjadi engkau muslim “,jawab Ummu Sulaim. “Bagaimana aku menjadi muslim” tanya Abu Tholhah. Ummu Sulaim menjawab” Pergilah ke Muhammad dan nyatakanlah keIslamanmu kepadanya”. Singkat cerita Abu Tholhah menjadi muslim dan menjadi sahabat Rosululloh yang setia mendukung Islam dan Rosululloh. Ummu Sulaim akhirnya menjadi istri Abu Tholhah dan mereka berdua juga berjuang di jalan Allah SWT. Ummu Sulaim telah mampu membuktikan cintanya kepada Allah SWT dan Rosululloh SAW melebihi dari segala sesuatu.

Cerita kedua terjadi ketika Abu Tholhah sudah berkeluarga dan telah memiliki anak laki-laki. Putra Abu Tholhah menderita sakit saat itu dan Abu Tholhah harus melakukan perjalanan sehinnga tidak dapat menjaga anaknya. Akhirnya, anak Abu Tholhah meninggal dunia pada saat Abu Tholhah belum kembali dari perjalanan. Abu Tholhah tiba di rumah dan anaknya sudah dikuburkan. Istri Abu Tholhah menyambut Abu Tholhah dan mengajak makan malam. Abu Tholhah bertanya mengenai tentang anaknya “ Apakah dia baik-baik saja?”. Istrinya menajwab bahwa dia dalam keadaan tenang. Abu Tholhah merasa senang sehingga keduanya melakukan hubungan badan di malam hari itu juga. Pagi Harinya, Istrinya memberitahukan mengenai keadaan anaknya kepada Abu Tholhah. Abu Tholhah terkejut dan kemudian mengadukan hal tersebut kepada Rosululloh SAW tentang hal tersebut. Rosululloh SAW bertanya” Apakah engkau bersenggama dengan istrimu tadi malam?”. Abu Tholhah menjawab bahwa hal itu benar adanya. Rosululloh SAW mendoakannya dan memberitahu Abu Tholhah jika dia akan mendapat anak lelaki. Anak itu diberi nama Abdullah. Ketika anak itu telah lahir kemudian dibawanya ke hadapan Rosululloh SAW. Rosululloh SAW mendoakan anak tersebut dan kemudian mengunyah kurma dan mengusapkan ke mulut anak tersebut. Istri Abu Tholhah itu tidak lain adalah Ummu Sulaim.

Kedua cerita meskipun agak tidak nyambung mempunyai benang merah yaitu UMMU SULAIM. Standar pilihan hidup Ummu Sulaim bukanlah sesuatu yang bernilai duniawi ( kekayaan, kesempurnaan fisik atau popularitas ). Manusia modern sering mengukur kehidupan dari kacamata duniawi. Segala sesuatu diukur secara materi, untung rugi dan popularitas. Kita membantu orang lain, mencari jodoh, mencintai bahkan membenci seseorang hanya kita hitung dari kacamata untung rugi. Abraham Maslow telah menempatkan aktualisasi diri sebagai puncak kebutuhan manusia. Jika kita mampu menempatkan ke-ridho-an Allah SWT sebagai tujuan kita maka kita telah melampaui tingkatan kebutuhan manusia yang disusun Abraham Maslow karena ridlo Allah SWT melebihi aktualisasi diri yang hanya berdimensi duniawi. Ummu Sulaim telah melebihi tingkatan kebutuhan tertinggi manusia karena telah menempatkan Allah SWT yang besifat ukhrowi dari segala sesuatu. Pertanyaannya “Dimana tingkatan kebutuhan kita ? Masih sekedar memenuhi kebutuhan dasar atau sudah melewati kebutuhan tertinggi manusia?”. Ummu Sulaim dalam menjalani kehidupan rumah tangga bertujuan mencari ridlo Allah SWT karena Ummu Sulaim meyakini segala sesuatu datang dan pergi dalam kehidupan manusia. Keikhlasan ini yang mendatangkan barokah dan kebaikan dalam kehidupannnya serta ketaatan yang bersumber dari keikhlasan . Keikhlasan ini yang membuat hidupnya menjadi lebih tentram, damai di dunia dan menyelamatkan di Akherat kelak.

Wallahu A’lam bi Showwab

Rumahkoe Surgakoe

Surakarta , 3 April 2008 pukul 23: 04 WIB

No comments: